Sejarah Imam Bukhari Ulama Hadis Dari Uzbekistan

Sejarah Singkat Imam Bukhari Ulama Hadis – Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, lahir di Bukhara, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810) – wafat di Khartank, 1 Syawal 256 H (1 September 870)), atau lebih dikenal Imam Bukhari, adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Riwayat Hidup Imam Bukhari

Masa kecil Imam Bukhari

Dia diberi nama Muhammad oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim. Yang sering menggunakan nama asli dia ini adalah Imam Tirmidzi dalam komentarnya setelah meriwayatkan hadis dalam Sunan Tirmidzi. Sedangkan kunyah-nya adalah Abu Abdullah. Karena lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah; dia dikenal sebagai al-Bukhari. Dengan demikian nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya. Dalam satu riwayat, ibunya bermimpi bahwa nabi Ibrahim a.s. mendatanginya seraya berkata “Janganlah kau bersedih, sesungguhnya anakmu akan dapat melihat kembali dikarenakan doamu terhadap anakmu”. Dan keesokan harinya, Al-Bukhari pun dapat melihat kembali.

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.

Baca Juga :  Sejarah Makam Imam Bukhari Uzbekistan

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, di mana di kedua kota suci itu dia mengikuti kajian para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi’in, hafal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab setelah menyaring dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 perawi sumber menjadi 7.275 hadis.

Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok dia kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.

Karier: penelitian hadis imam Bukhari

Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah dan Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal. Di kota-kota itu ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari mereka dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadis.

Namun tidak semua hadis yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadis itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadis yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.

Baca Juga :  Gambar Masjidil Aqsa Palestina

Di antara guru-gurunya dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis adalah Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibnu Rahawaih. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam bukunya “Shahih Bukhari”.

Dalam meneliti dan menyeleksi hadis dan diskusi dengan para perawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Tentang perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “Perlu dipertimbangkan, “Para ulama meninggalkannya”, atau “Para ulama berdiam diri dari hal itu” sementara perawi yang hadisnya tidak jelas ia menyatakan, “Hadisnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata, “Saya meninggalkan sepuluh ribu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadis, mencek keakuratan sebuah hadis ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan dia “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadis.”

Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama pakar hadis, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti kegiatan belajar memanah sampai mahir. Bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.